Angel Have a Mistery
L |
To Solve
EVINNA Angelina Olivia Roy. Angelina, itulah nama panggilannya. Tapi, agar tidak terlalu panjang, ia bisa dipanggil Angel. Anak perempuan ini memiliki rambut panjang berwarna cokelat dan bergelombang dengan indahnya. Di kulitnya tidak ada sesuatu apapun yang dapat disebut dengan kata-kata seperti kotor, kasar, dan sebagainya. Yang ada hanyalah warna kulit yang putih bersih, dengan rasa lembut jika menyentuhnya. Matanya yang bulat itu berbinar dan berwarna ungu tua. Bulu matanya melengkung ke atas dengan indah pula. Angel adalah gadis manis yang cantik, cerdas, dan pintar. Perangainya sama seperti luarnya, baik. Namun, tidak ada manusia yang sempurna sehingga di balik sifatnya yang baik dan periang, tersembunyi perasaan yang sensitive dan lisan yang cadel dalam mengucapkan huruf ‘R’. Sehingga menjadi bunyi “rl”.
“Jadi, inikah kamarlku?” Angel terbelalak kaget ketika melihat kamar yang bercat ungu, berdebu, kotor, dan sangat berantakan. Matanya yang bulat terlihat menjadi lebih besar saja, “Maaf Ms. Roy. dulunya kamar ini merupakan tempat yang dipakai oleh Ms. Lize untuk dijadikan kamarnya,” ucap Mrs. Kenneth. “Siapakah itu Miss Lize, Misstrless?” tanya Angel. “Lovelly Carina Lize,” jawab Nyonya Kenneth. “Memangnya, ada apa gerlangan dengannya?” tanya gadis itu lagi. “Gadis yang sangat centil, pemalas, dan suka memperlakukan orang lain seperti budaknya. Erika, kakak kandungnya saja sampai-sampai tidak tahan melihatnya. Apalagi kami sebagai seorang pendidik di sini.” Sekonyong-konyong Nellie sudah tepat berada di depan Angelina dan Nyonya Kenneth. “Nellie? Di mana Nellia? Memang, ada apa dengan Lovelly? Ada apa? Cepat jelaskan!” “Oke, oke Angel. Lovelly adalah anak yang sangat centil, pemalas, dan suka memperlakukan orang lain seperti budak. Bahkan, keluarganya yang tidak lain adalah kakak dari gadis tersebut, Erika, tidak tahan dengannya. Akhirnya, orangtua Lovelly memasukkannya ke asrama The Blue ini. Tetapi rupanya malah mengganggu anak-anak lain, sehingga ia dikeluarkan,” terang Nellie, “O ya, Nellia berada di kantin asrama.”
—0—
“Hhh… sungguh tak nyaman rlasanya tidurl di sini!” keluh Angel dengan logat cadelnya yang sangat kentara. “Eurleka!” Tiba-tiba saja, ia mendapatkan sebuah gagasan yang menurutnya bagus. Diam-diam, dia keluar dari kamarnya untuk pergi membeli semua peralatan yang dibutuhkannya. Hari sudah menunjukkan pukul dua siang. Sekarang adalah waktu bagi setiap murid di asrama The Blue untuk tidur siang. Menurutnya, waktu tidur siang adalah waktu yang paling tepat untuk membenahi kamarnya. Jadi, dia segera mengendap-endap dan pergi keluar.
Di dalam sebuah toko khusus yang menyediakan perlengkapan untuk merenovasi kamar, dan ruangan-ruangan yang biasanya sering ditemukan dalam sebuah rumah, Angel mengumpulkan semua barang-barang yang dibutuhkannya dan pergi ke kasir untuk membayarnya. Jarak asrama dengan toko tersebut tidaklah jauh. Jadi, dia bekerja dengan cepat sehingga hanya membutuhkan waktu sepuluh menit dan ia sampai di sebuah pagar tinggi berwarna hitam pekat. Di belakang pagar tersebut, terdapat sebuah bangunan besar bergaya klasik dengan warna biru indah menyelimuti tembok-temboknya. Bangunan tersebut sengaja dibangun menyerupai bangunan-bangunan kuno. Lebih tepatnya seperti sebuah kastil tua. Di setiap kusen jendela dan pintunya termasuk gerbang pintu utama bagunan itu, diberi warna putih terang seperti warna susu vanilla yang hampir seperti kental bentuknya. Asrama The Blue adalah nama dari bangunan indah tersebut. Angel memasuki bangunan tersebut dengan perlahan-lahan dan segera menuju ‘kamar barunya’. Tak lupa ia membawa kunci kamarnya itu agar tidak ada barang-barang yang belum dirapihkannya yang hilang atau dibongkar oleh orang lain tak dikenal.
Saat dia akan memasukkan kunci tersebut ke lubangnya, terdengar suara berdehem dari belakang lehernya. Segera saja gadis itu membalikkan tubuhnya. Tepat saat itu, dilihatnya seorang wanita berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun dengan baju berwarna putih yang panjangnya sampai di bawah pinggang dengan dilanjutkan oleh sebuah rok berwarna abu-abu tua mendekati hitam berada di belakangnya. “Apa yang kau lakukan gadis manis? Bukankah ini adalah saatmu untuk melakukan tidur siang?” tanya wanita tersebut mendahului. Dengan wajah pucat Angel menjawab :
“Maafkan a-aku Misstrless. Aku hanya keluarl sebentarl untuk membeli barlang-barlang yang kubutuhkan untuk membenahi kamarl barlu ini. Tampaknya kamarl ini tidak layak untuk ditinggali sebelum a-aku membuat perlubahan padanya.”
Wanita tersebut mengerutkan dahinya seakan-akan belum memercayai alasan yang didengarnya. “Kumohon perlcayalah padaku, Misstrless. Sungguh aku tidak berlbohong. Anda boleh melihatnya sendirli.” Angel membuka kamarnya dan menunjukkan keadaanya pada wanita bernama Mrs. Windie tersebut. Nyonya Windie melongokkan kepalanya dan segera saja memercayai kata-kata Angel. “Hmm, baiklah Ms. Roy. Karena kau baru saja masuk ke asrama ini dan belum banyak mengetahui peraturan-peraturan yang ada di sini dan kau telah membuktikannya kepadaku untuk mendukung alasanmu itu, kau boleh terlepas dari sanksi yang seharusnya kau dapatkan.” Lalu wanita tersebut tersenyum simpul dan melangkah pergi. Meninggalkan Angel yang menyengir penuh kemenangan. Gadis itu segera memasuki kamarnya dan mulai mengeluarkan barang-barang yang baru saja dibelinya tadi.
Angel mulai melakukan perubahan terhadap kamar barunya ini. Dia memulainya dengan menyingkirkan semua perabotan yang ada di sana dan mendorongnya ke tengah ruangan. Kemudian ia mengecat seluruh dinding kamarnya dengan cat warna pink indah. Setelah selesai, dia mulai melapisi setengah dindingnya dari bagian bawah dengan wallpaper berbulu lembut yang juga berwarna pink indah. Dia menyapu, mengepel, mengelap, dengan bersih seluruhnya sampai mengkilat. Mengganti seprai berwarna putih yang sudah berdebu dengan seprai baru yang dibawanya dari rumah dan berbau harum. Seprai tersebut bergambar bunga mawar yang cantik dengan bahan kain yang sangat lembut. Angel telah membuat kamar tersebut menjadi Totally Changed. Perubahan tersebut memakan waktu cukup lama selama lima puluh menit karena dia bekerja dengan cepat. Kini giliran dirinya yang harus dibenahi. Dia segera menyambar handuknya yang sudah tergantung rapi di tempat yang semestinya dan masuk ke ‘kamar mandi baru’ nya. kemudian melepas lelah di atas tempat tidur yang juga baru.
Angel tersentak ketika terdengar bel tanda waktunya untuk makan malam. Sesaat dia tidak ingat di mana ia berada, “O ya, Asrama The Blue,” gumamnya seketika. Kemudian bangkit, mencuci muka, mengunci pintu kamarnya dari luar, dan segera menuju ruang makan. Ruang makan tersebut terletak di lantai bawah, ruangannya sangat luas dan dekat dengan dapur asrama. Di sana terdapat sebuah meja yang sangat panjang dan kursi-kursi yang berderet di samping kiri-kanan meja panjang tersebut. Kursi-kursi tersebut hampir semuanya sudah dipenuhi oleh anak-anak perempuan di asrama yang datang lebih dulu karena rasa lapar yang merangsang. Mereka semua ribut membicarakan hal-hal baru yang menarik. Angel duduk di sebelah anak perempuan yang berambut pendek berwarna hitam pekat dan memiliki wajah yang murah senyum. Dan anak tersebut tersenyum pada Angel. Angel membalasnya, “Hai, aku Angelina. Kau siapa?” “Oh, aku...” tiba-tiba saja Angel dikagetkan dengan tepukan tangan seseorang di bahunya. “Hai,” sapa Nellia, “Kau tadi siang mencariku, ya?” tanya Nellia. “Oh ya, Nellie bilang kalau kau berlada di kantin asrlama ini,” jawab Angel. Lupa kalau dia sedang berdialog dengan anak perempuan yang belum sempat mengucapkan namanya. Saat Angel akan melanjutkan dialognya, anak perempuan tadi sudah terlanjur berbincang-bincang seru dengan anak perempuan yang lainnya sehingga mengurungkan niatnya untuk menganggu anak tersebut. Setelah semua berkumpul, mereka semua menghabiskan makan malam pertama kemudian masuk ke kamar masing-masing. Murid yang berada di asrama ini hanya sampai tujuh puluh empat siswa dari seratus kamar termasuk ruang kelas yang semuanya berada di lantai bawah. Sementara ruangan untuk kamar masing masing siswa berada di lantai atas; lantai dua sampai empat. Total lantai di bangunan besar ini adalah lima lantai dengan loteng yang digunakan sebagai tempat siswa-siswa menyimpan barang-barangnya.
Pagi-pagi sekali sekitar jam setengah lima Angel terbangun. Dia bergegas bersiap-siap untuk mengikuti pelajaran pertama hari ini. Dia masuk ke kamar mandi, memakai baju seragam yang baru saja di dapatnya kemarin saat baru sampai di asrama ini, dan memperbaiki penampilannya. Saat itu, dilihatnya sepucuk surat tergeletak di atas meja riasnya, “Sedarli kemarlin, aku tidak ada melihat surlat ini terlgeletak di situ,” gumamnya sambil mengingat-ingat. Karena rasa penasaran yang menganggu, akhirnya diambilnyalah surat tersebut dan di bacanya :
Mm… aku tahu kalau namamu, Angelina bukan? Gadis yang menempati kamarku sekarang? Asal kau tahu, aku adalah pemilik sah kamar tersebut. Kau tidak punya hak mengubah-ubah penampilan kamarku. Aku memang telah dikeluarkan dari sekolah, dan ITU semua terjadi KARENA KAU ANGELINA! Karena kau, aku jadi tidak mempunyai tempat tinggal dan terpaksa tinggal di gua kosong dalam hutan dan mendapat banyak masalah! Kau memang benar-benar gadis yang licik dan jahat Angelina! Ya, kau memang sangat jahat! Asal kau tahu, walaupun kakakku; Erika, mamaku; Regina, papaku; Nale, dan adikku; Michelle tidak menyukaiku, tetapi akulah pemilik sah kamar itu! Ingatlah hal itu!
Lovelly; Pembenci Angelina
“Apa itu?” tanya Nellie dan Nellia. “Oh, ternyata itu adalah surat dari Velly!” seru Nellia tersentak. “Velly?” Angel heran. “Iya An! Dia Velly! Anak yang membenci kau! Lovelly!” keluh Nillie. “Apa? Lovelly? Membenciku?” teriak Angelina terkejut. Ia sama sekali tidak mengira bahwa ada orang yang membencinya, dan berani mengatakannya langsung. Akhirnya, mereka pun menjawab surat tersebut :
Dear Lovelly
Aku tahu, kau adalah pemilik pertama kamar itu. Namun, sekarang kau pun tidak pernah kembali atau tidur lagi di kamar itu. Karena itu, akulah pemilik yang sah kamar itu. Memang, apa yang membuatmu seperti itu? Aku tidak akan pernah mengubah-ubah lagi kamar itu sesuai kemauanmu. Aku hanya akan menggunakan kamar itu, sesuai kemauanku.
ANGELINA.
“Wah, ternyata kau punya tulisan yang keren,” kata Nellie. Nellia mengangguk. “Terlima kasih,” ujar Angel dengan senyum tersungging di bibirnya. Nellie dan Nellia mengangguk. “Yuk…” ajak mereka. Surat itu dibiarkan saja berada di kamar Angel. Mereka yakin kalau Lovelly akan mengambil surat tersebut. Dan membacanya.
“Hhh… surlat lagi! Pasti darli Lovelly, lagi. Dan dia akan terlus mengolok-olokku!” ujar Angel. Nellia dan Nellie setuju.
Dear Nellia, Nellie, dan Angelina.
Maafkan aku. Ternyata, bukan karena kalian semua aku dikeluarkan. Tetapi, itu semua karena aku sendiri. Aku menjadi anak yang sangat egois, sombong, dan sangat menyebalkan. Kau tahu? Pertama sifatku tidaklah begini. Jadi… Aku sedang asyik membaca buku. Tak lama kemudian, temanku tak sengaja menginjak kakiku. Aku sangat marah. Kami pun bertengkar. Akhirnya, Velove temanku itu pun menyebarkan rahasiaku. Aku semakin marah. Akhirnya, perasaanku dari pilu, sedih, malu, kesal, marah, bercampur aduk. Aku tertekan. Lalu, sifatku pun berubah drastis. Aku… meminta maaf. Aku tidak seharusnya menyalahkanmu. Dan, aku pun tidak berhak mencaci-makimu, Angelina. Maafkan aku. O ya, nomor ponselku: 081510902425.
Lovelly.
“Apa? Kenapa? Kenapa-kenapa bisa seperlti itu? Apakah yang terljadi pada Lovelly?” tanya Angel. “Ada apa?” Nellie balik bertanya. Angelina menyerahkan surat itu pada Nellie. “Hah!” Mereka berdua tersentak kaget. “Lovelly? Kenapa bisa begini?!” Seru Nellie, dan Nellia. Akhirnya mereka pun menulis surat :
Dear Lovelly,
tolong maafkan aku, ya. aku tidak tahu kalau kau mengalami MKKB itu. Aku sangat minta maaf. Tetapi, kenapa kau bisa mengalami MKKB (Masa Kecil Kurang Bahagia)? Kenapa Lovely? Jelaskan, ayo.. sekarang! Aku akan membantumu. Ayo… jelaskan!
Nomor ponselku: 081210957975.
Akhirnya, mereka saling SMS melewati perantara ponsel masing-masing .
Angel: Hai. Aku tahu, kau mengalami Masa Kecil Kurang Bahagia
Lovelly: Angel, kau saudara kembarku yang hilang beberapa tahun yang lalu...
Angel: Apa? Saudara kembar?
Lovelly: Ya! Aku adik kembarmu! Kau BENAR SEKALI!
Angel: Sejak kapan? Aku tidak pernah mengetahui hal tersebut
Lovelly: TEMUI AKU SEKARANG, Di Hutan Alezandrea!
Hutan Alezandrea! Bagaimana bisa dia bertahan hidup di sana? Hutan tersebut adalah hutan yang paling ditakuti oleh semua orang. Setiap orang yang datang dan masuk ke dalam hutan tersebut sedikit lebih jauh, tidak akan pernah kembali lagi ke tempat asal mereka. Sampai sekarang pun, tidak diketahui penyebab terjadinya peristiwa tersebut. “Hmm, aku sudah sedikit lebih banyak mengetahui Lovelly. Dia memang gadis yang mempunyai perangai keras. Walaupun sifatnya sangat centil, tetapi ia tidak pernah takut mengambil resiko tinggi. Tetapi aku tidak pernah menyangka kalau ia memilih tempat tinggalnya di sebuah goa kosong dalam hutan tersebut!” pikir Angel dalam hatinya. Angel juga terkejut dengan permintaan Lovelly untuk menemuinya di hutan tersebut. “Aku berlani ke sana! Kalau kalian menolak, biarlkan aku sendirlian perlgi! Aku akan tetap perlgi ke sana!” seru Angelina. Nellia tersentak dengan keputusan Angelina. “Tetapi, kau sendiri juga sudah tahu betapa bahayanya hutan tersebut.” Angel tetap pada keputusannya. Lovelly adalah saudara kembarnya. Adik kembarnya. Dan dia akan menemui Lovelly walaupun harus mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi Lovelly. Nellie dan Nellia tidak dapat berkata apa-apa lagi karena Angel segera mempersiapkan dirinya dan mengambil tali panjang miliknya, mengikatkannya ke sebuah tiang kokoh yang terbuat dari kayu yang tertancap di dalam kamarnya (Semua kamar memiliki tiang tersebut kecuali kelas-kelas untuk sekolah). “Bagaimana ini?” keluh Nellie pada Nellia. Saudara kembarnya. Nellia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian berkata, “Sepertinya, aku harus ikut dengannya. Dia adalah sahabatku dan aku tak mau sesuatu yang buruk terjadi padanya.” Kemudian dia berteriak memanggil Angelina untuk menunggu dirinya. Nellie yang masih merasa bimbang akhirnya mengikuti saudara kembarnya menuju tali yang sudah diikat kuat-kuat itu dan bergiliran menuruninya.
Angelina tersenyum melihat kedua sahabatnya menyetujui keputusannya tersebut, “Kukirla kalian tidak akan perlnah menyetujuinya. Sekarlang aku tahu bahwa kalian adalah dua manusia terlbaik yang perlnah kutemui.” Nellie dan Nellia tersenyum senang mendengarnya dan bergumam bahwa keputusan tersebut adalah ternyata baik juga.
“Jadi, kita naik apa?” tanya Nellie kemudian. Angelina tampak berpikir; dengan jari-jarinya (Ibu Jari, Telunjuk, dan Jari Tengah) meremas dagunya pelan namun sampai membuatnya tertarik. “Kita akan menaiki sepeda yang kita bawa untuk Perlgi keluarl mencarli udarla segarl darli asrlama. Masakan kita tidak ingat sama sekali?” terang Angelina. Kedua saudara kembar tersebut berseru menyatakan persetujuan mereka. Angelina segera meletakkan Jari Telunjuk di depan bibirnya menyuruh mereka untuk diam, “Ingat, ini masih lingkungan asrlama.” Keduanya terdiam dan mengikuti Angelina mengambil sepeda mereka dan menyelinap pergi tanpa suara sedikitpun.
Setelah cukup jauh mereka mengayuh sepeda dari lingkungan asrama, mereka bertiga menghentikan kayuhannya dan turun dari sepeda. Duduk di bawah sebuah pohon rindang bersama-sama dari sekian banyak pohon rindang yang berada di daerah situ. Mereka telah memasuki daerah pedesaan yang sepi. Hanya terlihat beberapa rumah penduduk dan itupun jarang-jarang. Angelina membuka tasnya dan mengeluarkan sebagian bekal yang dibawanya. Membagi-bagikannya pada Nellie dan Nellia yang langsung menerimanya dengan senang hati karena rasa lapar yang semakin merajalela; tiga buah roti lapis isi daging asap dan tiga botol kecil air limun dingin yang sudah mulai hangat. Kemudian mereka bertiga mengipas-ngipas diri masing-masing dengan topi yang mereka pakai agar tidak terkena langsung sinar matahari yang menyengat dan mengelap peluh yang mengalir terus-terusan di pelipis, kening, dan leher dengan saputangan yang mereka bawa ke mana-mana, diletakkan di saku baju-baju mereka dengan rapi.
Ketika mereka bertiga merasa lebih baik, mereka pun melanjutkan perjalanan jauh mereka dengan kembali duduk di atas dudukan sepeda mereka dan mulai mengayuhnya; perlahan-lahan karena jalanan tersebut mulai menanjak. Tetapi kembali cepat karena mereka melewati turunan yang lumayan panjang. Jarak antara asrama dengan hutan Alezandrea kira-kira empat puluh lima kilometer jauhnya. Sehingga mereka harus beberapa kali beristirahat untuk meluruskan otot-otot kaki mereka dan menegakkan punggung mereka yang terus membungkuk saat mengendarai sepeda.
“Aku heran kenapa Lovelly bisa memilih hutan itu. selain berbahaya, hutan tersebut juga sangat jauh letaknya dari asrama. Lagipula dia akan naik apa ke sananya?” ujar Nellia. “Hmm, mungkin dia juga mengendarlai sepeda seperlti kita,” jawab Angelina. Nellie hanya mengangguk-angguk menyetujui perkataan Angel. Tiba-tiba, suara sebuah klakson mobil berdengung keras di kejauhan. Dan seketika itu pula, sebuah mobil Pick Up meluncur cepat melewati mereka bertiga. Nellie yang bersepeda hamper mendekati tengah-tengah jalan, sudah oleng ke kiri dan akan jatuh dari sepedanya dan mulai bersepeda di atas rerumputan basah di pinggir jalan. Saat mobil itu melewati mereka, mereka melihat banyak bakul-bakul besar berisi sayuran dan buah-buahan di bagian belakang mobil pick up. Angel dan Nellia merasa ngeri dengan mobil tersebut. Kenapa bisa mobil pick up itu berjalan begitu kencang, pikir Nellia. Tetapi, Angel segera menjawab, “Tentu saja, jalan ini sangat sepi. Pengemudi mobil terlsebut kan tidak akan tahu kalau kita akan melewati jalan ini.” Dibalas dengan seruan pelan dari mulut Nellia, “O ya.” Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka dengan berdiam-diaman agar perjalanan tersebut menjadi lebih cepat selesai.
Di tengah-tengah perjalanan, mereka melewati sebuah pasar yang tidak terlalu besar. Di sana hanya ada beberapa penjual dan pembeli. Mungkin karena desa ini sangat sepi penduduknya. Mereka juga melihat mobil pick up berwarna hitam tadi berada di situ dan sedang diparkirkan. Pengemudinya sedang menurunkan bakul-bakul tersebut. “Bagaimana mungkin sayur-sayuran dan buah-buahan tersebut dapat habis terjual. Para pembeli di sini saja hanya terlihat beberapa orang. Sementara sayur-sayur dan buah-buah itu banyak sekali jumlahnya. Sampai berbakul-bakul besar!” seru Nellie berpendapat ketika mereka tepat berada di depan pasar kecil tersebut. Yang lain hanya mengangguk-angguk karena mereka sudah mulai melewati pasar kecil yang sepi itu.
Ketika mereka melewati pasar tersebut, Angel melihat ke belakang. Ingin melihat pemandangannya sekali lagi. Tepat saat itu, dilihatnya sebuah Pasar Malam yang berada tepat di belakang pasar kecil tersebut. Di sana banyak terdapat permainan-permainan seru yang biasanya berada di Pasar Malam. Dan langsung terlihat olehnya nama Pasar Malam tersebut; Pasar Malam Sako-Fau. Segera ia menghentikan sepedanya dan berseru, “Hei! Kawan-kawan! Lihatlah ke belakang!” Benar saja, mereka berdua berhenti dan melihat arah telunjuk Angel. Mereka pun melihat hal yang sama. Melongo. Tidak menyangka kalau ada sebuah Pasar Malam di belakang sebuah Pasar Kecil yang sepi itu. “Wah, Pasar Malam itu baru saja akan di buka! Apa nama Pasar Malam itu? Pa-sar-Ma-lam-Sako-Fau!” seru Nellia takjub. Sewaktu kecil, dirinya dan Nellie pernah dua kali diajak ke sebuah Pasar Malam yang berbeda-beda dan mereka sangat menyukainya. “Bolehkah kita berhenti sebentar dan bermain di sana Angel? Sebentar saja,” rayu Nellia dan Nellie serempak. Angelina menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata :
“Tidak, teman. Kita harlus segerla mencarli dan menemukan Lovelly sebelum harli mulai gelap. Lagipula kita bisa saja perlgi ke sana berlsama Lovelly setelah kita menjemputnya,” ujar Angel sekaligus menenangkan. Nellie dan Nellia melengos, lalu berkata :
“Ya, itu pun kalau kita menemukannya dan dapat keluar dari hutan Alezandrea itu,” jawab Nellie. Jawaban yang tidak diduga sama sekali oleh Angel membuatnya tersentak kaget. “Kenapa kau bicarla seperlti itu? Kita tentu akan menemukannya! Pasti!” seru Angel dengan ketus. Ia tidak begitu menyukai ucapan Nellie tersebut. “Ya, aku hanya mengira-ngira saja,” ujar Nellie yang baru menyadari perkataannya itu. Nellia yang sedari tadi menyaksikan pertekak-an yang terjadi antara saudara kembarnya; Nellie, dan Sahabatnya; Angelina, mulai angkat bicara :
“Kalian ini, perjalanan kita masih jauh! Kira-kira sekitar lima belas kilometer lagi! Dan sekarang sudah pukul dua belas siang sejak kita keluar dari asrama. Siapa peduli dengan Pasar Malam itu! Tujuan kita keluar dari asrama kan untuk menemukan Lovelly, saudara kembarmu, Angel.” Nellie dan Angelina menunduk mengakui kesalahan mereka. “Yah, kau benar Nellia. Aku minta maaf, Angel. Telah menyakiti perasaanmu.” Angel mengangguk memaafkan dan kemudian berkata :
“Ayo kita lanjutkan perljalanan kita!”
Dengan bersemangat, Nellie dan Nellia berseru, “Ya!” dan mereka mulai mengayuh sepeda mereka. Mereka bertiga menikmati perjalanan mereka sambil bernyanyi-nyanyi. Sesekali, mereka melihat beberapa sapi berkumpul dan makan bersama di padang rumput yang lumayan luas dan terletak di kiri-kanan jalan yang mereka lalui. “Wah, aku jadi ikut laparl melihat sapi-sapi itu dengan lahapnya melahap makanan istimewa mereka. Rlumput yang hijau! Hmm,” ujar Angel sambil menjilat bibirnya. Nellie tertawa melihat Angel terus-menerus memandangi sapi-sapi itu sampai tidak memerhatikan kemudi sepedanya dan bergerak oleng ke kiri dan ke kanan. “Angel! Kenapa kau menabrak ban belakang sepedaku?” seru Nellia sedikit kesal. “Yah, maafkan aku kalau begitu. O ya, jam berlapa sekarlang? Rlasanya aku sungguh laparl!” ujar Angel. “Habis, dari tadi kau hanya memerhatikan sapi-sapi itu. Mereka bisa saja merasa tidak nyaman diperhatikan olehmu terus menerus,” jawab Nellie diselingi tawa cekikikan. “Ya! Kau benar Nellie. Sapi-sapi itu kan sedang enak-enaknya makan, tiba-tiba terganggu begitu saja karena ada seseorang yang kelaparan memerhatikan mereka dan berpikir apakah dia boleh bergabung di acara makan-makan rumput yang hijau dan segar itu,” ujar Nellia, “Tapi, kau tidak seharusnya sampai menabrak ban belakang sepedaku kan?” lanjutnya. “Hmm, baik-baik. Kan sudah kubilang aku kelaparan. Lagipula sekarang sudah jam setengah satu siang. Hampir mendekati jam makan siang. Kita kan tidak perlu mengikuti aturan asrama untuk saat ini.” Nellia berkata :
“Jadi, sebenarnya kau mau bicara apa? Tak perlu berpanjang lebar begitu. Aku tahu apa yang kau inginkan. Ya kan, Nellie?” Nellie mengangguk menyetujui, “Ya! Kita akan berhenti di depan sana. Di bawah pohon rindang itu untuk makan siang sekaligus beristirahat. Lagipula perjalanan kita kan hanya tinggal sekitar lima kilometer lagi dari sini.” Angelina menyengir senang kemudian bernyanyi-nyanyi dengan suara lantang.
—0—
Setelah menyelesaikan makan siang mereka yang nikmat, mereka semua berjalan-jalan sebentar untuk melemaskan otot-otot mereka karena mereka akan terus-terusan duduk dan mengayuh sepeda sampai ke hutan Alezandrea. Terdengar nyanyian burung dari dahan-dahan pepohonan. Semilir angin yang bertiup lembut menambah keindahan di daerah pedesaan sepi tersebut. Mereka menghirup udara segar dengan penuh kebahagiaan. “Wah, kira-kira apa yang dilakukan orang-orang di asrama setelah tahu kita menghilang, ya?” tebak Nellia. Saudara kembar dan sahabatnya keduanya menoleh ke arahnya. “Hmm, merleka pasti tahu kita perlgi dengan sepeda.” Nellie mengangguk-angguk setuju, “Ya! Karena mereka akan menemukan bahwa tiga diantara sepeda-sepeda yang lain di tempatnya telah hilang. Bertepatan dengan hilangnya ketiga anak perempuan yang bersekolah di Asrama The Blue,” ucap Nellie. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka tanpa beristirahat lagi.
—0—
“Hhh, inikah yang namanya Hutan Alezandrea?” tanya Nellie. Mereka telah sampai di akhir jalan panjang yang berkelok-kelok dan naik-turun tersebut. Di hadapan mereka terlihat kalau pepohonan dan semak-semak di kiri-kanan jalan lebih lebat dari sebelumnya. Dan jalan yang mereka lalui semakin lama akan semakin mengecil menjadi jalan setapak yang dilapisi tanah kering berwarna coklat hampir muda dan tanaman-tanaman liar. Angelina menjawab, “Ya, menurlut peta yang kubawa ini, inilah tempatnya.” Lalu mereka turun dari sepeda, menyenderkan sepeda-sepeda tersebut di sebuah pohon rindang (Semua pohon di sini merupakan pohon yang rindang karena berada di daerah dekat dengan hutan) dan menyembunyikan sepeda mereka di balik semak-semak yang tubuh dengan lebatnya agar tidak diambil oleh anak jalanan, pemulung, atau sebagainya.
“Kita berada di mana sekarang ini? Memang kau tahu, di mana goa itu berada, Angel?” tanya Nellie. “Hmm, aku tidak tahu pasti, yang jelas gua itu berlada di...” “Huaaa!” Ucapan Angelina terpotong oleh Nellia. Angelina dan Nellie segera menghampiri Nellia. Kaki Nellia dari bawah sampai betisnya telah terbenam di dalam pasir penghisap yang berwarna coklat muda itu dan dia semakin terbenam ke dalam. Angelina berusah menarik Nellia tetapi dirinya juga ikut terbenam di dalam pasir penghisap tersebut karena tidak sengaja menginjak bagian yang itu juga. Hanya Nellie yang masih berdiam diri di atas rerumputan dan tidak terbenam menyaksikan saudara dan sahabat mereka dengan ketakutan. “Tolong kami Nellie! Cepat! Pasirl ini terlus menarlik kami ke dalam!” teriak Angelina dan Nellia panik. Mendengar teriakan tersebut, keberanian Nellie mulai muncul. Dia teringat sesuatu dan berkata :
“Bertahanlah kalian. Jangan banyak bergerak! Pasir itu akan terus menarik kalian jika kalian terlalu banyak bergerak! Aku pernah membaca; jika terbenam pasir penghisap kalian harus membaringkan diri kalian agar menjaga tubuh kalian tetap terapung!”
Selesai ia berkata seperti itu, Nellia dan Angelina mulai berusaha untuk tenang dan menelentangkan tubuh mereka di atas pasir berlumpur tersebut sampai Nellia berteriak penuh ketakutan :
“Nellie! DI BELAKANG!”
Seketika itu juga, terdengar suara geraman keras dari belakang Nellie. Mata Angelina membesar, “I-itu, i-i-itu,” dan dia terus bergumam. Perlahan Nellie membalikkan tubuhnya ke belakang. Tempat di mana suara geraman itu berasal.
Tidak jauh darinya, kira-kira sekitar berjarak lima meter, seekor serigala berwarna coklat kemerahan menatap dirinya tajam dengan mata hitam bulatnya yang juga terlihat tajam. “Itu, serigala,” bisik Nellia pada Angelina. “Y-ya, menurlutmu apa yang dipikirlkan serligala itu?” tanya Angelina. Nellia menggelengkan kepalanya dan berkata :
“A-aku tidak tahu.” Kemudian dia berkata lagi, “Apa menurutmu serigala itu lapar?”
Ya. Serigala itu memang sepertinya lapar. Lebih tepatnya kelaparan. Terlihat dari tubuh kurusnya yang menandakan kalau ia mengalami kekurangan atau kehilangan makanannya. Serigala tersebut bergerak maju.
Empat setengah meter.
Nellie bergerak mundur secara perlahan. Dan hampir terperosok ke sebuah lubang yang lumayan besar dan sepertinya dalam. Setengah meter lagi jika ia bergerak mundur, lagi, ia juga akan terperosok ke dalam pasir penghisap. Dan akan merugikan empat makhluk hidup. Karena jika ia terperosok, Angelina dan Nellia akan semakin bertambah panik begitu juga Nellie sendiri. Sehingga tidak akan ada harapan lagi. Sementara satu makhlup hidup lagi yang akan rugi terhadap kejadian itu adalah si Serigala coklat tersebut. Sebab dia akan kehilangan satu-satunya makanannya yang baru ia temui siang ini dari beberapa hari yang lalu. Tanpa makanan. Serigala itu sudah cukup bersabar dengan krisis makanan ini sehingga ia tidak mau menunggu lebih lama lagi. Ia bergerak maju lagi.
Empat meter.
“Cepat Nellie! Pikirl!” seru Angel dan Nellia setengah berbisik. Dia pun segera berpikir keras. “He, bagaimana kalau…” Dia segera menuju ransel Angelina yang berada di bawah pohon karena Angel tadi langsung melepas ranselnya untuk menolong Nellia. Pohon tersebut terletak satu meter di sebelahnya dan dia bergerak secara perlahan-lahan agar tidak menimbulkan gerak mencurigakan bagi si Serigala. Setelah ransel tersebut terjangkau oleh raih-an tangannya, dia menarik ransel tersebut mendekati dirinya secara perlahan-lahan pula. Kemudian diambilnyalah tali milik Angelina yang digunakan untuk menuruni kamar Angel itu supaya mereka dapat keluar. Serigala tersebut tetap diam mengamati. Tidak bergerak maju lagi, tetapi siapa tahu dia berubah pikiran dan berlari menerjang Nellie. Tetapi ternyata serigala tersebut tetap diam dan menatap. Nellie membuka ransel tersebut perlahan. Serigala tersebut terus menatapnya. Kemudian Nellie mengeluarkan tali dari dalam ransel. Tetap menatap. Nellie bangkit berdiri. Serigala tersebut menggerakkan misainya tetapi tidak berhenti menatap. “Syukurlah serigala itu tidak bergerak maju lagi,” bisik Nellia yang masih mempertahankan dirinya untuk terus mengapung. “Ya, untung saja. Mungkin dia sedang memikirlkan bagaimana kita akan dilahapnya. Di masak terllebih dahulu atau langsung saja ya?” balas Angelina. Mulai merasa was-was akan sesuatu buruk yang dapat terjadi. “Hus! Kau ini berkata apa?” seru Nellia pelan.
Nellie mengikatkan tali tersebut ke pohon tempat ransel Angelina berada tadi dengan kuat. Kemudian dia mengikatkan dirinya dengan ujung yang lain dan mulai melangkah ke arah pasir penghisap. Serigala tersebut mulai gelisah dan takut akan kehilangan santapan siangnya tetapi tetap menatap. Nellie mengambil sebuah bambu panjang yang ‘kebetulan’ berada di situ dan menggunakannya untuk berjalan di atas pasir penghisap.
Sebelum dia sempat melangkah memasuki pasir penghisap, serigala tersebut berlari kencang dan menerjangnya. Tetapi Nellie segera menjatuhkan dirinya ke atas pasir penghisap tersebut. Malangnya, karena rasa lapar yang tak tertahankan, serigala tersebut tidak melihat lubang menganga yang hampir menelan korban satu anak perempuan; Nellie, tapi tidak jadi sehingga dirinyalah yang menggantikan kedudukan tersebut. Serigala itu melolong-lolong sampai terdengar bunyi “Buuuk!” yang menandakan kalau dia sudah sampai di dasarnya. Setelah itu tidak terdengar lagi bunyi lolongan minta tolong tersebut. Mungkin dia sudah menemui ajalnya. Tuhan sangat pengasih pada makhluk hidup ciptaannya tersebut sehingga menghilangkan derita kelaparan si Serigala sekaligus menyelamatkan nyawa tiga anak perempuan yang hampir hilang.
Nellie tidak tenggelam karena tali yang tersambung antara dirinya dan pohon tersebut. Sementara bambu yang sempat diambilnya itu digunakannya sebagai pegangan sahabat dan saudaranya sementara ujung satunya lagi dia genggam sekuat tenaga. “Pegang ujung dari bambu ini. Kau dulu Nellia, setelah itu Angelina. Berbaris! Cobalah berjalan, berenang, atau apa saja untuk mencapai diriku.” Kemudian dua gadis tersebut melakukan perintah dari sahabat dan saudara kembar mereka.
Setelah mereka semua berhasil mencapai Nellie, Nellie menyuruh mereka berdua untuk berpegangan pada tali tersebut dan berjalan seperti tadi. Akhirnya, Angelina dan Nellie berhasil membawa diri mereka menjauh dari sesuatu yang buruk yang dapat terjadi. Mereka menelentangkan diri mereka beristirahat. Baju-baju mereka basah dan dipenuhi lumpur dari pasir penghisap tersebut. Sementara Nellie melakukan apa yang diperintahkannya tadi pada dua anak perempuan yang lainnya. Mereka semua menghela napas lega setelah terbebas dari suasana menegangkan tadi. “Kau-hebat-Nellie,” kata Nellia sambil sesekali menarik napas. “Yah! Sungguh-hebat!” ucap Angelina menyetujui. Nellie hanya bisa terdiam saking senang dan lelahnya ia. “Jadi, ini alasannya mengapa hutan Alezandrea berbahaya. Setiap manusia yang memasuki hutan ini tidak akan kembali lagi. Itu semua terjadi karena di dalam hutan ini terdapat pasir penghisap. Mereka tidak akan menyadari bahwa seketika mereka sudah berjalan di atasnya dan mulai terbenam ke bawah. Sehingga ketika mereka menyadari hal itu, mereka akan segera panik dan tidak dapat mencari cara untuk mengeluarkan diri dari pasir itu,” ujar Nellie pelan karena masih kelelahan.
Hari sudah sore, sekitar jam empat. Mereka segera melanjutkan perjalanan mereka untuk mencari Lovelly yang sedang menunggu mereka di dalam gua lembab tetapi cukup nyaman untuk ditinggali jika kau dalam situasi darurat yang dialami oleh Lovelly. “Kenapa mereka lama sekali?” gumam Lovelly terus menerus yang mulai gelisah, “Bukankah mereka melakukan perjalanan ini dari pagi-pagi sekali?” lanjutnya bergumam. Kemudian dia mengumpat mengatakan kejenuhannya menunggu saudara dan teman-temannya itu. Tiba-tiba terdengar suara bergemerisik dari kejauhan. Karena sudah tidak sabar lagi, akhirnya dia melihat keluar berharap itulah yang ditunggu-tunggunya sejak tadi. Ketika ia melongokkan kepalanya keluar dari mulut goa, dilihatnya dua ekor tupai menyelinap dalam semak dan rerumputan tidak jauh dari goa tersebut kemudian memanjat pohon dengan cepat dan tangkas. Lovelly kembali mengumpat tentang tupai-tupai itu yang telah mengecoh dirinya kemudian memasukkan kepalanya kembali ke dalam goa.
Sementara itu, Angelina dan dua sahabatnya sedang mencari-cari tempat di mana goa itu berada. “Menurlut peta ini, goa terlsebut berlnama Cooper Black.” Nellia menoleh, “Kok kau bisa mengucapkan huruf R?” tanyanya. “Aku tidak tahu, hanya saja untuk kata-kata dalam bahasa inggris yang mengandung huruf R aku dapat mengucapkannya,” jelas Angel disusul anggukan kepala oleh Nellia walaupun dalam hatinya masih ada rasa bingung dan penasaran. Nellie sibuk memelajari peta milik Angel (dia mendapatkan peta tersebut di dalam loteng asrama ketika dia sedang mencari tempat untuk meletakkan barang-barangnya. Sebenarnya dia tidak tahu pasti milik siapa peta tersebut. Selain diletakkan di tempat yang tersembunyi, peta itu juga sudah usang. Kertasnya sudah berwarna kekuningan dan berdebu, bahkan bagian bawahnya sudah robek sedikit. Sehingga dia memutuskan untuk mengambilnya kalau-kalau dibutuhkan walaupun sebenarnya ia tak yakin untuk apa) yang dilihatnya melalui pundak, bahu Angelina. “He, ini adalah tempat di mana kita berada. Dan ini adalah goa Cooper Black tempat Lovelly tersebut. Semestinya tempat itu sudah dekat,” ujar Nellie sambil menunjuk-nunjuk suatu titik yang di bawahnya tertulis Goa Cooper Black. Kemudian mengarahkan pandangannya ke segala arah mencari-cari keberadaan goa tersebut. Mereka pun bangkit berdiri dari sebuah batu besar yang mereka duduki sebagai tempat beristirahat sejenak setelah setengah jam mereka menelusuri hutan Alezandrea ini dan melanjutkan perjalanan.
“He, itu ada sebuah goa! Itukah tempatnya?” seru Nellia menunjuk-nunjuk sebuah goa berwarna seperti batu dan sepertinya berbahan batu yang memang terlihat cukup besar. Angelina segera memeriksa petanya dan berseru pula :
“Ya! Itu dia! Itu tempatnya!”
Segera saja mereka berlari menuju goa tersebut. Saat berada tepat di depan mulut goa yang menganga, mereka melihat seorang anak perempuan sepantaran mereka sedang tertidur di atas sebuah kain lusuh. Anak itu terlalu lelah menunggu yang ditunggu-tunggunya sehingga tertidur dan tidak menyadari bahwa yang ditunggu-tunggunya telah datang menemui dirinya. “Lovelly!” seru Angelina. Anak perempuan tersebut bergerak sedikit. Membuka matanya perlahan lalu mengerjap-ngerjapkan matanya. Kemudian anak perempuan itu menggeliat dan terduduk. “Kalian..” tak sempat ia menyelesaikan ucapannya, dia segera bangkit dari atas kain lusuh tersebut dan segera menghampiri Angelina, Nellie dan Nellia. Memeluk mereka bergantian dan mengusap air mata bahagianya.
Kemudian mereka mencari jalan keluar dan menyusuri jalan setapak sampai menemukan pepohonan sudah mulai jarang dan jalan semakin melebar. Mereka segera mengambil sepeda-sepeda mereka. Kebetulan, sepeda Nellie memiliki boncengan di atas roda belakangnya dan keranjang untuk menaruh barang-barang di atas roda depannya. Sehingga, jadilah Lovelly dibonceng oleh Nellie. Mereka sepakat untuk bergantian sepeda dan urusan bonceng-membonceng agar tidak ada yang lebih merasa lelah daripada yang lainnya.
Ketika mereka sudah mendekati daerah Pasar Kecil, saat itu hari sudah mulai gelap, sekitar jam setengah enam sore, mereka melihat bahwa Pasar Malam Sako-Fau masih dibuka untuk semua orang. Mereka sudah tidak menginginkan bermain-main di sana lagi. Fisik mereka sudah sangat kelelahan dan memaksa untuk menyuruh mereka beristirahat secepat mungkin. Namun, karena hari mulai gelap, mereka tidak bisa lagi beristirahat di bawah pohon-pohon rindang karena lebih berbahaya. Dan di daerah ini tidak dipasang lampu jalan sehingga mereka harus cepat-cepat kembali ke Asrama The Blue.
“He, bagaimana caranya kau bisa mencapai hutan tersebut?” tanya Angelina saat tiba gilirannya untuk mengendarai sepeda Nellie dan membonceng Lovelly. Adik kembar barunya. “Kau kan tidak membawa sepeda,” lanjutnya. “Ya, memang. Aku menjadi penumpang gelap sebuah mobil pick up yang mengangkut berbakul-bakul sayur dan buah-buahan. Tidakkah kau perhatikan bahwa mobil tersebut seringkali berhenti di depan supermarket yang terletak tidak jauh dari Asrama The Blue kita?” Angelina terdiam sebentar lalu berkata :
“O ya, kenapa tidak terpikir olehku! Padahal mobil pick up itu hampir saja menyerempet Nellie saat perjalanan kami untuk menjemputmu!”
Angelina mengucapkannya dengan seruan tertahan dari mulutnya. Lovelly melengos. Sikapnya sudah mulai berubah sejak pertemuannya dengan kakak kembar barunya ini. Menjadi lebih lembut. Mungkin terbawa sifat yang dimiliki oleh Angelina. Mereka sudah sampai di daerah pedesaan yang keadaannya tetap sama seperti keadaan yang mereka lewati pertama kali. Sepi. Hening. Hanya sesekali terdengar suara jangkrik mengerik di kejauhan yang berdengung-dengung di telinga mereka.
—0—
“Cepat kalian cari mereka! Aku akan menelpon polisi untuk membantu menemukan mereka. Apa yang dipikirkan mereka sehingga merasa tidak merasa kerasan berada di sini?” seru Mrs Windie. Sedari tadi dia tidak ada henti-hentinya berteriak kaget dan mengeluh terus-terusan saat mengetahui tiga muridnya tidak berada di tempat yang seharusnya. “Sudah sekian lama asrama ini berdiri, tapi tidak pernah ada satupun murid yang merasa tidak betah dan melarikan diri. Mereka mengendarai apa Nyonya Kenneth? Oh, SEPEDA! Bagaimana bisa?” gumamnya lagi terkadang dengan suara keras tertahan. Seluruh penjaga asrama beserta para petugas polisi telah berangkat untuk mencari mereka. Sementara sang Inspektur menenangkan Nyonya Windie, “Tenanglah, nyonya. Kami akan secepat mungkin menemukan mereka.” “Oh, bagaimana bisa?” gumamnya lagi kemudian berlari menuju ruang kantornya. Inspektur polisi itu hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sang kepala Asrama yang penyayang tetapi ketat dalam segala peraturan itu. Kemudian dia menghampiri Nyonya Kenneth untuk meminta keterangan tentang mereka. Tetapi dia tidak mendapatkan apa-apa. Karena tidak ditemukan jejak atau petunjuk apapun tentang hilangnya Nellie, Nellia, dan Angelina. Hanya diketahui bahwa mereka mengendarai sepeda masing-masing. Karena sepeda yang hilang berjumlah tiga buah.
“Apakah mungkin anak-anak perempuan itu masuk ke area hutan dan tersesat di sana?” terka seorang polisi kepada kedua temannya saat mereka sedang melakukan pencarian menggunakan mobil polisi. Pertanyaan tersebut menyebabkan terjadinya reaksi seperti: kedua polisi yang duduk dibelakang saling menatap dan mengangguk-angguk lalu berkata:
“Mungkin saja. Kalau begitu mari kita menuju hutan tersebut.”
Kemudian ketiga polisi itu menuju hutan yang berada di sekitar daerah tersebut. Lampu mobil mereka menyala terang. Sengaja, karena hari sudah malam dan akan sulit mencari ketiga anak perrempuan di tengah-tengah kegelapan.
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar