Kamis, 19 Januari 2012

Cerpen Tugas B.indonesia


Fathimah Salfi Hazrati
IX.1
Somewhere Behind The Clouds
    Suatu hari di pagi yang cerah, lahir seorang bayi perempuan  diringi dengan suara tangisannya yang merdu dan puji syukur kepada Allah atas kehadirannya di bumi ini. Setelah dibersihkan dan dipakaikan sepasang baju, ia tampak tertidur pulas di pelukan sang Ibu dan di kelilingi keluarga barunya. Kulitnya putih bersih tanpa dosa. Pipinya berwarna putih kemerahan. Terkadang ia tersenyum manis mendapat dekapan hangat ibunya. Senyum yang dapat meluluhkan hati semua orang.
            Beberapa tahun kemudian, bayi perempuan  yang bernama Sabrina ini telah tumbuh menjadi gadis cilik manis yang pemberani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar, dia berumur lima tahun. Hal yang paling disukainya adalah mengunjungi tempat-tempat sunyi yang indah dan bernyanyi riang. Tetapi, seiring dengan pertumbuhannya yang sekarang menginjak enam tahun, orang-orang disekelilingnya semakin merasa ada yang berbeda dengan Sabrina. Suaranya saat berbicara sangat indah dan lancar. Tetapi, saat orang lain bertanya atau berbicara dengannya, tatapan matanya seperti tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan orang terhadapnya. Kemudian, ketika hendak melewati sebuah gang kecil atau kondisi jalan yang sedang sepi, dia berperilaku seperti akan melewati jalan raya yang besar dan kendaraan-kendaraan melaju dengan kencang silih berganti di hadapannya.
            Semakin lama, kecurigaan atas sesuatu yang berbeda itu semakin besar merasuki pikiran Ayah dan Ibu Sabrina. Mereka pun membawa Sabrina ke dokter untuk menanyakan hal tersebut. Dokter mengatakan bahwa Sabrina menderita autisme berjenis Sindrom Asperger. Seperti yang telah dijelaskan, penderita autis jenis ini tidak dapat berkomunikasi timbal balik dengan baik. Dia hanya mampu mengutarakan pendapatnya namun tidak bisa mencerna apa yang dibicarakan orang lain. Sesuatu yang menonjol dalam diri Sabrina adalah dia senang mendengarkan lagu dan bernyanyi. Dia dapat melakukan aktivitas seperti orang normal dan dapat mengikuti irama sebuah lagu dan menyanyikannya.
            Saat dia akan pergi tidur, ibunya selalu menyanyikan lagu pengantar tidur untuknya. Dia sangat menyukai saat-saat seperti itu. Suatu malam, saat ibunya mematikan lampu kamarnya dan akan menutup pintu, Sabrina telah berada di suatu tempat yang belum pernah dikunjunginya. Sabrina terbangun dari tidurnya dengan posisi terduduk di atas tempat tidur. Sabrina melihat ke arah lantai kayu kamarnya. Dia mendapati sebuah lubang besar di tengah-tengah lantai tersebut. Tiba-tiba, lubang tersebut bercahaya dan menarik masuk semua yang ada di sekitarnya termasuk Sabrina. Sabrina berteriak meminta tolong tetapi tidak ada satu pun orang yang mendengarnya. Mereka semua terlelap tidur seperti terkena mantra sihir. Lubang itu sangat dalam, sempit, dan lembab. Beberapa waktu kemudian, Sabrina sampai di ujungnya. Dia sampai di suatu tempat luas yang sunyi. Tidak ada siapa-siapa yang bisa ditanyai olehnya. Dia melihat ke sekeliling, tempat itu indah. Sabrina bangkit berdiri dan berjalan-jalan, untuk melihat-lihat tempat tersebut. Terkadang, dia mendengar suara burung-burung bernyanyi dan kelinci-kelinci keluar dari rumahnya untuk menghirup udara segar.
            Tiba-tiba, terdengar suara gemerisik di balik semak-semak. Sabrina mendekati asal bunyi tersebut dan mengintip ke balik semak-semak. Dia melihat sepasang mata balas menatapnya. Sepasang mata itu milik seorang anak laki-laki yang kira-kira lebih tua dua tahun darinya. “Hei, siapa kau?” tanya anak laki-laki tersebut. Sabrina terkejut ketika anak laki-laki itu melompat keluar dari balik semak-semak dan langsung bertanya pada dirinya. “Aku Sabrina, kau siapa?” Setelah menanyakan hal tersebut, Sabrina tersadar bahwa dia baru saja berbicara dengan lancar kepada orang lain tanpa harus berpikir keras untuk mengerti apa yang diucapkan orang lain. “Hmm, apa yang kau lakukan di sini? Aku belum pernah melihat orang lain selain kakek,” jawab anak itu tanpa menghiraukan pertanyaan Sabrina. “Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa berada di sini. Maukah kau membantuku mencari jalan pulang?” Anak laki-laki tersebut menaikkan bahunya. “Mungkin,” jawabnya pendek. Anak itu pun mulai berjalan meninggalkan Sabrina yang masih kebingungan. “Hei! Tunggu!” teriak Sabrina sambil terengah-engah mengejar langkah anak laki-laki aneh itu.
            Mereka sampai di tepi pantai. Dari kejauhan, terlihat bentangan luas berwarna biru jernih dan beberapa batu karang yang sering dijadikan tempat bertengger burung Camar. Di dekat sebuah batu karang besar yang berada di atas pasir, terdapat sebuah perahu beserta dayungnya. Anak laki-laki itu pun menuju perahu dan mendorongnya masuk ke air sampai mencapai ketinggian selutut anak itu. Dia menyuruh Sabrina untuk menaiki perahu tersebut terlebih dahulu baru kemudian menaiki perahu dan mendayungnya menuju tengah-tengah pantai. Di perjalanan, Sabrina bertanya kembali siapa anak itu sebenarnya. Anak itu berkata bahwa namanya adalah Jo. “Apakah kau tahu kenapa di sini hanya tinggal aku dan kakek?” tanya anak itu tiba-tiba. “Hmm, tentu tidak. Kau mau memberitahuku?” Jo menoleh ke arah Sabrina dan kemudian memulai ceritanya. “Dahulu sekali, daerah ini merupakan daerah paling aman dan tenteram karena dipimpin oleh seorang Raja yang arif. Tetapi kemudian, seorang yang keji datang ke negeri kami dan menghasut seluruh prajurit, pembantu maupun dayang-dayang Raja, serta penasihat kerajaan, untuk menjatuhkan Raja dari kekuasaannya dan mengambil alih itu semua. Bahkan, dia berhasil menghasut Sang Permaisuri untuk meninggalkan Raja dan menjadi istrinya. Sehingga Raja tidak dapat melakukan apa-apa. Kami tidak dapat membantu. Jika ada yang diketahui melawan orang keji tersebut, maka dia beserta keluarganya akan dibakar hidup-hidup secara bergantian sehingga tidak ada yang berani melawannya.” “Lalu?” “Lalu semenjak itulah dia memimpin negeri kami sesuka hatinya saja dan merampas seluruh yang kami punya. Setelah terbuangnya Raja ke hutan, Raja terus mencari cara dan bantuan untuk mendamaikan negerinya.” Sabrina terus mendengarkan dengan saksama, menunggu lanjutan ceritanya.
            “Suatu hari, saat Raja akan melanjutkan perjalanannya kembali dia menemukan segerombol bajak laut yang terdampar di pulau tersebut karena kapalnya kandas. Raja segera memanfaatkan kesempatan ini untuk meminta bantuan kepada mereka. Segerombol perompak laut itu seluruhnya berjumlah empat puluh enam orang. Dan tidak ada yang tidak dapat memainkan pedang atau apapun jenis senjata untuk berperang yang dibutuhkan saat ada perompak lain yang terlihat keberadaannya mengancam mereka. Singkatnya, Raja yang bijak dan cerdas pun berhasil meminta bantuan kepada para perompak untuk menghancurkan orang keji tersebut. Setelah itu, terjadilah perang antara orang keji itu beserta prajurit Raja yang terhasut dan Raja beserta para perompak kapal. Sebelum itu, Raja menyuruh seluruh penduduk negeri termasuk aku, kakek, dan orangtuaku untuk mencari tempat bersembunyi sementara. Karena orang keji itu akan menebas siapa saja yang mereka temui. Tetapi mereka memilih untuk meninggalkan tempat ini selamanya. Saat sedang mencari tempat sembunyi, kedua orangtuaku terbunuh. Setelah pertempuran itu, tidak ada yang tersisa. Semuanya mati terbunuh kecuali satu orang prajurit. Tetapi dia terluka parah, kemudian esok harinya ia meninggal dunia.” Sabrina mengangguk-angguk. “Lantas kenapa kau dan kakekmu tidak ikut pindah bersama para penduduk yang lain?” “Kakekku bilang inilah rumah kita, sudah tidak ada lagi pertempuran dan kita tidak akan terganggu,” jelas Jo. “Apakah kau tidak merasa kesepian tinggal berdua saja dengan kakekmu?” “Sebenarnya aku sangat merasa kesepian. Aku tidak terbiasa berbicara dengan orang lain selain kakek. Kakekku juga sudah sangat tua. Terkadang aku harus meminta kakek agar mengulangi ucapannya atau mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang dibicarakan kakekku,” jawab Jo. Kemudian dia menundukkan kepalanya sambil terus mendayung mendekati sebuah pulau kecil di tengah-tengah laut yang biru.
            Seketika itu juga laut di depan mereka berputar membuat sebuah pusaran besar. Air laut mengalir deras di bawah perahu mereka dan menyeret mereka lebih cepat di antara batu-batu karang tajam yang berserakan. Pulau kecil itu berada di samping mereka. Tetapi arus menyeret mereka lebih cepat ke arah batu karang. Perahu mereka menabrak sebuah batu karang tajam sehingga ujung perahu itu hancur berantakan dan melemparkan seluruh isi perahu ke arah pulau tersebut dengan benturan yang keras.
            Sabrina mengerjapkan matanya beberapa kali akibat sinar matahari yang masuk melalui jendela kamar tidurnya. Dia melihat sekeliling dan merasa bingung, bagaimana aku bisa sampai di sini?oh, mungkin itu mimpi!, Pikirnya. Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Kemudian, kepala ibunya yang ditutupi jilbab berwarna putih muncul dari balik pintu. “Assalamua’laikum Sabrina, kenapa baru bangun?” tanya ibunya perlahan-lahan agar dia mengerti apa yang sedang ditanyakan kepadanya. “Oh, aku bermimpi bertemu seorang teman dan mengerti apa saja yang dibicarakannya tanpa harus berpikir keras,” jawab Sabrina dengan semangat. “Subhanallah, kau menjawab pertanyaan ibu dengan cepat!” ujar ibunya terharu. Sabrina baru saja menyadarinya. Dia tidak perlu berpikir keras untuk mengerti ucapan ibunya. Dia sembuh. Ibu memeluknya erat sambil memuji nama Allah. Allah menyembuhkanku melalui Jo, dia selalu mengajakku berbicara dan memberitahuku pentingnya kebersamaan. Anak yang malang karena harus tinggal berdua saja dengan kakeknya, batin Sabrina.
            Hari ini, ibu mengajak Sabrina untuk berkonsultasi dengan dokter. Ketika dokter menanyakan banyak hal padanya, dia dapat menjawab semua pertanyaan dokter itu. “Sungguh aneh, baru saja tiga hari yang lalu ibu membawa Sabrina untuk berkonsultasi kepada saya dan sekarang dia sudah terbebas dari penyakitnya,” komentar dokter tersebut. Begitu pula ketika Sabrina berada di sekolah, dia dapat mengerti semua yang dibicarakan teman-temannya. Ketika ia pulang ke rumah, ibu dan ayah sedang berbincang-bincang dengan seorang kakek dan cucu laki-lakinya. Sabrina merasa terkejut melihat cucu kakek itu. Itulah teman yang ia temui di mimpi anehnya, Jo. Jo tersenyum manis padanya dan mengajaknya untuk bermain bersama ke sebuah taman indah. “Apakah kau pernah mengunjungi suatu tempat di balik awan putih besar itu? Aku ingin tahu, ada apa di sana?” ujar anak laki-laki yang mirip dengan Jo tersebut. Sabrina baru teringat bahwa ia pernah mengunjunginya. Ia yakin bahwa tempat yang ada di mimpinya itu terletak di balik awan putih besar tersebut. “Aku sudah pernah ke sana,” jawab Sabrina kemudian. “Benarkah?” tanya anak laki-laki tersebut dengan mata yang berbinar-binar. Sabrina mengangguk semangat. “Ya,” katanya. “Apa yang kau temui di sana?” Sabrina tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Seorang teman bersama kakeknya, beberapa pelajaran penting tentang kebersamaan, dan tempat yang sangat indah,” jawabnya mantap. “Seandainya aku bisa pergi ke sana,”  ujar anak laki-laki itu sambil memandang awan putih besar yang sedang berarak di langit biru. “Kau pasti bisa! omong-omong siapa namamu?” tanya Sabrina. Anak laki-laki itu menoleh padanya, “Jo.”
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar